Selasa, 03 Februari 2009

Mengajarkan Puisi dengan Gembira



Guruku galak sekali
Wajahnya seperti singa
Kupingnya semerah kepiting rebus


Ketika ada siswa yang menulis puisi seperti itu, kira-kira apa reaksi Anda sebagai guru?Apakah Anda akan menyalahkan dan memasukkannya ke ruang BP lalu menasihatinya agar tidak mengulanginya? Hendaknya guru tidak emosional dalam menghadapi siswa semacam ini dan justru mengoreksi diri sendiri terhadap metode pengajarannya selama ini. Namun semoga tulisan ini tidak menghakimi guru atau siswa,melainkan sebagai renungan kita bersama.
Kalau saya berada di posisi seperti tadi, saya akan mencairkan suasana hati saya dengan mengaitkannya dengan mata pelajaran yang saya ajarkan, yaitu bahasa Indonesia , terutama pada pelajaran puisi. Puisi tersebut mengandung majas perumpamaan yang menggunakan kata seperti dan semerah.
Ha-ha! Anak-anak pasti terheran-heran mengapa saya tidak marah. Mengajarkan puisi tidaklah sulit, tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut saya, guru Bahasa Indonesia yang baik tidak harus yang pandai berpuisi, karena guru bukan penyair. Selain itu, tidak semua guru memiliki bakat dan keterampilan membaca puisi dengan intonasi, tempo, penghayatan, jeda dan volume suara yang tepat. Maaf, ada juga guru yang tidak suka berekspesi, terutama yang berkepribadian introvert atau pendiam.
Ada orang yang lebih bebas mengekspresikan isi hatinya lewat tulisan tapi malu luar biasa kalau disuruh membaca puisi. Ada orang yang bisa membaca puisi tapi tidak pandai menyusun kata-kata (seperti saya) dan ada pula orang yang hanya senang mengoleksi puisi-puisi cinta.
Sebenarnya, orang yang tadianya tidak suka sama sekali menulis puisi ternyata setelah diberi kesempatan menulis, bisa juga walau puisinya sangat sederhana. Pernahkan Anda mencobakannya kepada peserta didik Anda, menyuruhnya menulis apa saja, misalnya benda-benda yang ada di sekitarnya atau yang sempat terekam di kepalanya, lalu merangkainya menjadi kalimat-kalimat pendek ?
Kalimat-kalimat pendek yang saling bertalian makna itu disusun menjadi bait-bait puisi sederhana, walaupun menurut Anda puisinya tidak indah sama sekali. Nah, di sini peran guru dibutuhkan. Guru membimbing dalam hal memilih kata-kata yang tepat dengan menuliskan kata-kata semakna lebih dari dua kata, lalu siswa memilih kata mana yang menurutnya lebih mewakili perasaannya. Marilah kita gunakan kecerdasan yang mereka miliki untuk mengajarkan puisi!

1. Kecerdasan Angka

Jika siswa lebih tertarik pada angka, maka siswa dapat menuliskan tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya, lalu dibuat puisi pendek tentang apa saja yang menarik hatinya. Hal ini bisa dimulai dengan menyebutkan angka-angka dengan intonasi dan suara yang naik-turun. Pertama-tama siswa akan tertawa dan merasa aneh, lalu dibimbing mengubahnya menjadi puisi. Misalnya,

1 diucapkan dengan nada tinggi, tempo lambat
2,3,4 diucapkan dengan nada rendah tempo cepat
5,6 diucapkan dengan nada tinggi tempo cepat pula
7,8 diucapkan dengan nada rendah tempo lambat
9dan10 diucapkan terputus-putus
Sem-bi-lan dan se-pu-luh

Lalu siswa menulis puisi dengan menggunakan tanggal lahirnya. Misalnya anak yang lahir pada tanggal 3 Februari 1985.

Tiga burung merpati merunduk sedih
Dua sayapnya digunting anak lelaki
Delapan tahun usia anak itu
Lima jam menderita kesakitan



2. Kecerdasan Huruf

Hal yang menakjubkan pernah terjadi pada saat saya mengajar. Seorang siswi bernama Nur Afifah memiliki daftar kata yang sulit, bahkan ia sendiri tidak paham maknanya. Kosa katanya beragam, indah, tidak lazim tetapi mengandung nilai seni karena diperolehnya dari setiap puisi yang pernah dibacanya, baik di buku maupun di internet. Sekitar empat buku tulisnya penuh dengan puisi karyanya sendiri. Guru seharusnya merespon siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa ini dengan mendorongnya untuk mengirimkan karya-karyanya ke penerbit buku.
Menurut saya, membuat daftar kata atau kamus kata sangat membantu dalam pengajaran puisi. Tentu sebelumnya siswa harus membaca antologi puisi terlebih dahulu, lalu menyusun daftar kata yang menarik, indah, dan mengandung makna yang dapat menyentuh perasaan.
Cara lain untuk mengajarkan puisi adalah kita dapat mengajarkan puisi akrostik yang menggunakan huruf-huruf nama siswa. Berikut kutipan puisi yang ditulis oleh seorang siswa kelas VIII SMP bernama Yusuf Zaim.

Yang Maha Esa menciptakannya dalam kesunyian
Umpama butir mutiara putih mengkilau
Serangkai katanya ‘ kan singkap kabut kegelapan
Untuk mencerahkan dunia dengan sinar-Nya
Fajar pagi seakan menyambut kehadirannya

Kutipan puisi akrostik yang menggunakan namanya sendiri itu mengajak kita untuk memaknai hidup, bahwa kita terlahir fitri, suci, yang sayang jika harus terkotori oleh kabut kegelapan nafsu dan angkara murka. Tidak hanya sampai di situ, ia pun menulis dalam catatan kaki di bawah puisinya;

Puisi ini kupersembahkan pada mereka
yang sulit memaknai sebuah nama
yang sukar tuk memahami harapan seorang Ayahhanda
yang bingung menapaki hidup
yang jauh dari belaian kasih tangan-Nya

Subhanallah, seorang siswa kelas VIII SMP telah dapat memaknai namanya sendiri karena sadar bahwa nama adalah doa sang ayah dan kini ia tengah menapaki jalan hidupnya. Saya pikir, tidak akan menurunkan derajat seorang guru jika harus belajar dari siswanya. Belajar tentang kearifan dalam menjalani hidup ini, selain belajar tentang kesabaran dalam menghadapi kenakalan-kenakalan mereka. Dari mereka pulalah kita dapat belajar tentang metode pengajaran puisi yang bermakna.



3. Kecerdasan Gambar

Jika siswa menyukai bidang seni lukis, siswa dapat disajikan sebuah lukisan atau foto pemandangan lalu disuruh mendeskripsikannya dengan menyebutkan benda-benda yang terlihat secara rinci berdasarkan bentuk, warna, dan suasana atau kesan yang ditimbulkannya. Setelah itu siswa pun menuliskannya dalam puisi. Misalnya puisi yang ditulis oleh Fathuddin Yazid, siswa kelas VIII SMP.
Fajar yang muncul pada siang hari
Awan yang dating dari balik gunung
Terbit matahari dari arah timur
Hari ini adalah hari yang cerah
Untuk itulah burung bernyanyi
Dan terbang ke sana ke mari
Di atas langit yang sangat tinggi
Iri hati melihatnya bebas di alam luas
Namun semua itu kulewati

Jangan pula kita menyalahkan siswa jika ia menulis langit itu merah, ada lembayung di kalbunya, batu itu kotak, laut itu kuning, coklat rasa getir, dan layang-layang tidaklah trapesium. Mungkin itulah yang hendak disampaikannya, bahwa apa yang ia bayangkan atau ia harapkan tidak sama dengan kenyataan hidup yang dihadapinya.



4. Kecerdasan Gerak

Jika siswa menggilai bola, gunakan bola sebagai media. Tiap siswa diberikan potongan-potongan puisi. Siswa dibawa ke tengah lapangan lalu berbaris. Setiap siswa yang selesai membaca potongan puisi harus menendang bola atau memasukkan bola ke ring basket. Lalu ia harus berlari ke belakang barisan. Hal ini terus dilakukan secara bergantian dengan siswa yang berbaris di belakang siswa tadi.


5. Kecerdasan Spasial atau Ruang

Jika siswa lebih tertarik pada ruang dan bosan pada puding (puisi dinding), gunakan tali yang tidak hanya dipasang di dinding tapi juga dipasang melintang di langit-langit seperti memasang bendera kalau agustusan. Lalu siswa diperbolehkan menggantungkan atau mengelem bagian atas potongan-potongan puisi karyanya sendiri di tali tersebut. Serahkan urusan menghias kelas dengan beragam media kepada mereka untuk meletakkan puisi-puisi. Yang jelas mereka sangat handal dalam kreasi. Guru tinggal memantaunya saja.

6. Kecerdasan Musik

Mengajarkan puisi bisa dengan mendengarkan kaset lagu-lagu yang memiliki bunyi akhir (rima). Lalu siswa menulis dan membacakannya sebagai puisi. Hal ini bisa dimulai dengan lagu-lagu yang sedang digemari siswa. Setelah itu siswa diajak menemukan majas-majas, misalnya

Bagaikan langit di sore hari (majas perumpamaan)
Kau seperti nyanyian dalam hatiku (majas perumpamaan)
Jam dinding pun tertawa, karna kuhanya diam (majas personifikasi)

Untuk sekolah berbasis agama bisa memperdengarkan kaset atau VCD kasidah, nasyid, kaset Ebiet G.Ade, kaset Opick, atau lagu-lagu rohani lainnya.
Mengajarkan puisi tidak luput dari mengajarkan latihan mengatur pernafasan dan artikulasi yang diucapkan dengan jelas dan lantang. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak siswa ke lapangan yang luas, ke kebun, ke sawah, ke sungai atau ke pantai untuk belajar artikulasi, mengucapkan a-i-u-e-o dengan lantang. Lalu siswa mengekspresikan puisinya di sana sambil belajar memahami maknanya.
Kemudian siswa dapat diajarkan musikalisasi puisi, puisi yang dinyanyikan dengan iringan insrumen musik, baik yang tradisional maupun yang modern. Cara lainnya adalah menciptakan irama sendiri dari galon bekas yang dipukul, kacang hijau yang dikocok-kocok, atau gelas yang dipukul dengan sendok.
7. Kecerdasan Interpersonal

Siswa dapat diajak untuk mengenang peristiwa yang membuatnya dekat dengan seorang sahabat, sejak mengenal, bergaul, bertengkar, berpisah, saling memaafkan, saling berbagi, dan cara mereka melepaskan ego masing-masing serta cara mempertahankan persahabatan mereka. Bisa dengan bercerita lewat lisan atau siswa langsung menuliskannya dalam bentuk puisi.
Cara lainnya adalah membuat puisi berantai yang dibuat secara kolektif dan dihias dengan media apa saja, lalu dibacakan secara bergantian. Ada larik yang dibacakan sendiri-sendiri, ada larik yang dibaca koor (bersama-sama).



8. Kecerdasan Intrapersonal

Siswa diperdengarkan musik lalu diajak mengenang peristiwa yang paling berkesan menyangkut dirinya. Kemudian ia menuliskan pokok-pokok peristiwa dalam beberapa kata. Setelah itu barulah siswa merangkainya menjadi sebuah puisi. Siswa membaca dalam hati lalu menyuntingnya, kemudian memperbaikinya dengan memilih kata-kata yang tepat untuk mewakili perasaannya.
Cara lainnya, siswa disuruh membawa album foto masa kecilnya.Lalu siswa menceritakan kenangannya yang terekam dalam foto itu. Kemudian siswa menuliskannya dalam bentuk puisi.



9. Kecerdasan Alam

Guru menyajikan isu global warming sebagai pengantarnya. Siswa diajak mengenali alam sekitarnya, misalnya ke halaman, ke lapangan bola, ke sawah, ke gunung, ke sungai atau ke pantai dan merekamnya dalam puisi mereka. Bahkan jika di hadapan mereka adalah gundukan sampah, penghuni kolong tol, kendaraan yang berasap penuh timbal, dan kuburan di samping sekolah, mereka harus menuangkan perasaannya dalam bentuk puisi dambil merenungi langkah apa yang harus mereka perbuat untuk melestarikan alam. Kegiatan ini bisa berintegrasi dengan pelajaran IPA/SAINS atau ekstrakurikuler yang mendukung tema alam.
Puisi itu ditulis dalam beragan media yang memanfaatkan benda-benda yang ada di alam. Misalnya ditulis di atas kertas daur ulang yang dapat dibuat sendiri oleh siswa, kardus bekas, stereofoam bekas box makanan, kulit kayu yang sudah mati, piring dari batok kelapa, piring melamin, atau sachet-sachet yang dijahit lalu ditulisi puisi dan dihias. Puisi yang sudah ditulis di kertas daur ulang dapat pula digulung lalu dimasukkan ke dalam botol minuman kemasan bekas yang sudah dihias. Dengan demikian, kemampuan berpuisi mereka bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dalam mengatasi sampah yang mengotori alam kita.

10. Kemampuan Spiritual

Siswa diperdengarkan kaset, VCD, DVD yang berisi kasidah, nasyid, kisah nabi, sahabat nabi, atau tokoh-tokoh Islam yang sekiranya dapat mengilhami mereka untuk menulis puisi religius. Selain itu, siswa dapat diajarkan puitisasi Al Quran, membaca terjemahan dengan irama dan intonasi yang tepat. Dengan demikian akan menggairahkan siswa untuk belajar makna AlQuran yang dibacakan seperti puisi.


Jika kita belum bisa menjadi model pembaca yang baik, kita bisa putarkan kaset atau CD yang berisi pembacaan puisi. Jika sekolah sanggup, undang penyair atau ajaklah para siswa ke TIM (Taman Ismail Marzuki). Undanglah rekan guru atau siswa yang berbakat untuk membaca puisi di kelas.
Namun, yang terpenting dalam pengjaran puisi adalah kemauan. Jika Anda mau sedikit meluangkan waktu, tenaga dan melapangkan dada dalam menghadapi “ulah” siswa, maka kelak Anda tidak perlu lagi kesal terhadap siswa yang tidak mau ke depan kelas untuk membaca puisi.

Ajarkan siswa menulis kebenaran dengan pena kejujuran
dan menyampaikannya dengan cara yang benar
sehingga ia dapat menemukan arah menuju kebenaran hakiki.

Puisi lahir dari hati,
ia bicara dengan bahasa hati,
ia pun hadir mengisi hati,
menyirami kuntum-kuntum hati yang hampir mati
karena hidup tiada abadi


Ditulis oleh Rosiana Febriyanti, S.Pd.

Tidak ada komentar: