Selasa, 03 Februari 2009

Naskah Drama

Drama “Pergulatan“
Karya : Rosiana Febriyanti


Konsep Latar : Di sini (pikiran manusia), tempat yang siapa saja bebas meluangkan waktunya.
Konsep properti : gulungan kain hitam, kaset degung, tape, gendang atau orgen
Konsep Musik : suara degung kecapi sunda, suara musik mengagetkan
Watak Pelaku : 4 orang
Jika, wataknya bijaksana
Asa, wataknya egois, ingin menang sendiri, merasa paling hebat
Sunyi, wataknya suka bersantai, tenang
Marah, wataknya tidak mau mengalah, suka ngambek
Konsep Kostum : *Jika para pelaku pria
Jika : berkaus hijau dan celana hitam
Marah : berkaus merah dan celana hitam
Asa : berkaus biru dan celana hitam
Sunyi : berkaus kuning dan celana hitam
*Jika para pelaku wanita
Jika : berkerudung dan bergamis hijau
Marah : berkerudung dan bergamis merah
Asa : berkerudung dan bergamis biru
Sunyi : berkerudung dan bergamis kuning

Keterangan Panggung :
Degung sayup-sayup terdengar. Sunyi sedang duduk membaca koran. Asa masuk dan tampak tidak senang terhadap keberadaan Sunyi di sini.

Prolog
Narator : Di sini, di benak manusia, tempat yang siapa saja dapat bebas meluangkan waktunya.
Asa : Mau apa kau di sini?
Sunyi : Bukan urusanmu?
Asa : Akan jadi urusanku jika kau terus di sini?
Sunyi : Memangnya kenapa?
Asa : Karena kau mengusik kemerdekaanku. Kau harus pergi dari sini sebelum meracuni pikiran orang-orang.
Sunyi : Lho, aku tidak berbuat apa-apa. Justru kehadiranku sangat bermanfaat bagi orang-orang yang sedang butuh refreshing, berimajinasi mencipta karya, dan ...merenung.
Asa : Kehadiranmu di sini justru mengurungku untuk bertindak, mengerangkeng kebebasanku dalam memberi pencerahan bagi jiwa-jiwa yang kerontang.
Sunyi : Apa tidak salah ucapanmu? Justru melalui dirikulah seseorang bisa mendengarkan bisikan-bisikanmu, menggambarkan ucapan-ucapanmu di dalam benak mereka, serta mendapatkan ide-ide gemilang untuk mencapai impian mereka.
Asa : Cukup! Pergilah dari hadapanku!
Jika : Hey, ada apa ini? Mengapa kalian ini, bukankah kalian seharusnya berteman?
Asa dan Sunyi : Diam! (saling membelakangi)
Jika : Sunyi, kau biasanya selalu mengalah, karena bagimu mengalah bukanlah suatu yang pantang dilakukan bagi ksatria sepertimu. Asa, kau biasanya selalu ceria dan mau berteman dengan siapa saja. Kalian sudah tak saling menyayangi?
Sunyi : (Pause) Demi Tuhan, aku tak bermaksud mengganggu kesenangan orang. Apalagi Asa, sahabatku itu. Aku tak mengerti, mengapa ia justru tidak menyukai kehadiranku di sini.
Jika : Di sini adalah tempat umum, siapa saja bebas masuk, tak terkecuali aku dan kalian.
Asa : Jika, kehadiranmu malah membuatku kesal, karena kau sok jadi pahlawan. Apa keuntungan yang kau dapat setelah membela Sunyi? Sunyi itu sok sastra, sok berseni, sok puitis, dan mampu melepaskan kesusahan orang lain. Padahal ia sendiri egois, tak memberiku banyak kesempatan untuk berkarya, mengurungku dalam sel pengap di benak manusia.
Sunyi : Tidak benar ! Aku justru membebaskan siapa saja untuk memecahkan dinding-dinding yang kumiliki sehingga tak ada sel-sel atau sekat-sekat yang membatasi ruang berpikir manusia. Jadi jangan marah apabila aku membolehkan kau, Jika, Marah, dan lain-lain ikut bermain di dalamnya.
Marah memasuki panggung.
Marah : Eh-eh, mengapa namaku dibawa-bawa. Aku tidak tahu apa-apa dalam masalah kalian. Mengapa aku dilibatkan? Apa salahku?
Sunyi : Ini, Asa, sahabat kita, merasa keberatan dengan keberadaanku di sini. Padahal, di sini siapa saja boleh datang, termasuk aku, Asa, Jika, Marah, dan lain-lain.
Marah : Sebetulnya aku pun paling tidak senang kalau mereka bertengkar! Kalau mereka bertengkar, itu berarti telah merebut kavlingku. Selama ini kan aku selalu dikekang agar tidak muncul ke permukaan. Aku juga ingin diakui!
Jika : Cukup, Marah!
Marah : Uh, lagi-lagi aku disuruh bungkam! (merajuk)
Jika : Ssst!
Marah : Hei Asa, begitu egois kau rupanya, sampai-sampai kau mau mengusir kami. Betul-betul serakah!
Asa : Boleh aku membela diri? Sunyi itu kelihatannya saja yang alim, pendiam, penyayang dan rendah hati Padahal kita selama ini dikerangkengnya dalam sekat-sekat sempit di sini.
Jika : Sekat-sekat apa? Kau dari tadi bicara tentang sekat, sel sempit yang membatasi ruang gerak kita semua. Atas nama kita? Kammu kalleee!(mengejek)
Marah : Tidak ada yang membatasi kita! Eh, Asa! Jadi orang jangan suka iri! Jangan-jangan … kau ini frustrasi ya, karena aku berhasil membuat orang-orang percaya pada ucapanku? Mereka mudah terbakar karena provokasi-provokasi yang aku lancarkan setiap hari? Sorry ya…it’s my job, bukan?
Asa : Aku iri pada kalian? Sory ya…ngga level!
Sunyi : Lantas, apa yang mesti aku lakukan agar kau puas, Asa?
Asa : Kau harus membuka tiga kavling lagi untukku. Satu kavling untuk Optimis, satu kavling untuk Kreatif, dan satunya lagi untuk diriku sendiri tentunya.
Sunyi : Bukankah… Optimis dan Kreatif tidak butuh kavling? Mereka sudah terbiasa tinggal di mana saja, bahkan di emperan benak manusia.
Marah : Enak saja kau bicara! Seharusnya kaulah yang tinggal di emperan benak manusia. Kau membuat orang jadi gila, kesurupan, patah hati bertambah parah, mendorong orang untuk mencuri, berzina, dan membunuh!
Jika : Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah (berteriak)
Jika, Marah, Sunyi, dan Asa berlarian tak tentu arah sambil berteriak-teriak.
Jika : Aku mau kedamaian!
Sunyi : Aku mau keadilan!
Asa : Aku mau kemerdekaan!
Marah : Aku mau ruang!
Mereka mengambil gulungan kain hitam yang sudah tergelar sejak tadi di atas panggung
lalu membukanya. Mereka berlari menempati sudut-sudut panggung sambil memegangi ujung-ujung kain. Kemudian kain itu diposisikan berdiri menghadap penonton dan digetar-getarkan sambil diiringi musik yang bergemuruh dan lampu berwarna-warni menyala bergantian. Tak lama kemudian kain dipilin seperti gerakan memeras sprai, lalu di buka kembali dan para pelaku menempati sudut-sudut panggung sambil masih memegangi kain dan tertunduk beku.

Epilog
Narator : Masing-masing bagian dari drama ini adalah symbol.
Di benak manusia mewakili Indonesia yang merdeka
Jika mewakili guru bangsa yang arif bijaksana
Asa mewakili kaum muda yang dinamis
Marah mewakili rakyat kecil
Sunyi mewakili para penguasa
Dan kain hitam mewakili Indonesia saat ini yang sedang carut marut
Akankah keadaan ini kita biarkan seperti ini?
Layar tertutup mengakhiri permainan drama.

Tidak ada komentar: