tag:blogger.com,1999:blog-43074905855020421092024-03-13T03:41:55.092-07:00Bunda MuharrikButir Pasir di LautanBunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-71408126503744402022009-02-03T17:12:00.000-08:002009-02-03T17:19:11.605-08:00Pesan Untuk Murid-Muridku TercintaWahai anak-anakku,<br />Pasir-pasir putih di lautan adalah potensi-potensi kita yang masih terserak. Belumlah dapat terlihat jika kita tidak bersabar untuk memungutinya untuk kemudian kita susun menjadi mozaik yang kan menghiasi jati diri kita.<br />Akankah kalian masih terlena oleh ombak yang semakin ditatap kian mengombang-ambingkan angan-angan?<br />Bersegeralah mengerahkan segala daya upaya untuk mengarungi debur lautan kehidupan yang tak mudah diatasi.<br />Lakukan yang terbaik yang kalian bisa!Bunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-38693688827630507052009-02-03T17:04:00.000-08:002009-02-03T17:05:53.319-08:00Kumpulan Puisi Akrostik<strong>RINDU<br /></strong><br />Ringkihnya tubuh ini begitu dahaga<br />Ombak hati bergulung dalam asa<br />Sirnanya celah harapan<br />Ingin menatap pohon kebahagiaan<br />Arah hidup yang pasti<br />Namun tiada kutemui<br />Akankah ridha-Nya kan kuraih?<br /><br />Fakirnya diri menanggung segala<br />Enyahlah bendungan dusta<br />Belukar serabut yang melilit jiwa<br />Rekaan tanya yang membuncah<br />Impian tentang surga yang nun jauh di sana<br />Yang tertambat sekian lama<br />Asa yang tumpah karena keinsyafan<br />Namun terpukaulah diri dengan terbukanya<br />Tirai ampunan Allah yang megah<br />Iringan pengantin menuju gerbang ridha-Nya<br /><br /><strong>SESAL<br /></strong><br />Ramai kata persatuan didengung-dengungkan<br />Oleh para pemimpin dan pembesar bangsa<br />Selaku pemuka agama jua menyampaikan<br />Indahnya persaudaraan di antara sesama<br />Abadi selamanya aman sejahtera<br />Namun masih saja ada kedengkian yang bersembunyi<br />Akar permusuhan yang tersulut melalui lisan<br /><br />Fikirku, mengapa tiada kawan sejati dan tiada musuh abadi?<br />Emosi meluluhlantakkan didnding kepercayaan<br />Bersatunya manusia hanya karena kepentingan yang sama<br />Resahnya hati menghapus setiap jejak toleransi yang telah lama terbangun<br />Indahnya persaudaraan, kini luntur termakan ketamakan pribadi<br />Yakinlah, semua itu hanya slogan tanpa makna jika tak ada bukti!<br />Akankah gurat ketidakpercayaan kian meluas?<br />Nyatanya perang tak pernah usai<br />Tiada kedamaian tanpa terpenuhi segala keinginan<br />Itulah jika dunia dipenuhi oleh budak-budak nafsu<br /><br /><strong>RAMADHAN<br /></strong><br />Ramadhan mulia mewarnai hari-hariku kini<br />Ombak keangkuhan tersisih sendiri<br />Sapa lembut kalam suci menyentuh relung hati<br />Iringi untaian doa dan zikir pelangi<br />Allah semata Rabbul Izzati<br />Nama-Nya terukir di dalam hati<br />Angin membelai sudut jiwa yang menanti<br />Firman-firman penggugah kesadaran diri<br />Embun sabda rasul menitik berseri<br />Basuh jiwa yang ringkih menepi<br />Rasa dahaga akan rahmat ilahi<br />Ikhlas membuka perisai hari<br />Yang tersaput kesedihan mentari<br />Antara jurang maaf dan dengki<br />Nanarnya pandangan tak berperi<br />Tiap insan mencari ridha ilahi<br />Inilah jua asa di hati<br /><br /><strong>RENUNGAN<br /></strong><br />Riak sungai menyapaku<br />Onggokan batu seakan membisu<br />Sapaku padanya tak diindahkan<br />Ingin berlama-lama duduk di atasnya<br />Angin membelai lembut<br />Nyanyian serangga masih sayup kudengar<br />Alangkah damai di sini namun<br />Fenomena alam melekat di ingatan<br />Erangan dan rintih para korban banjir<br />Betapa teriris hatiku<br />Ratapan orang-orang yang kehilangan<br />Imbas bencana tak kenal ampun<br />Ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang<br />Ampunilah dosa-dosa kami<br />Nyamankan kembali<br />Tempat tinggal kami<br />Izinkan kami hidup lebih lama lagi<br /><br /><strong>TERATAI DI HATIKU<br /></strong><br />Raut wajahmu lembut tertutup<br />Oleh sehelai kain kerudung<br />Sapa bayu merayu kabut<br />Ikhlas yang terbentuk<br />Antarkan sunyi hati nan rapuh<br />Nyala redup sebatang lilin yang luluh<br />Api merayap melahap bingkai ragu<br /><br />Fitnah menguji budi yang luhur<br />Elok perilaku pertanda sucinya kalbu<br />Bersama derai-derai daun<br />Rinai hujan yang jatuh<br />Iringi keyakinan yang kukuh<br />Yang menghapus segala keluh dan peluh<br />Akar keangkuhan yang pupus<br />Nuansa keimanan menembus<br />Tiap nafas yang berhembus<br />Inilai mahligai cinta yang tertebusBunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-32748375791838208682009-02-03T17:02:00.000-08:002009-02-03T17:03:32.225-08:00Mengajarkan Puisi dengan Gembira<br /><br /><br /><br />Guruku galak sekali<br />Wajahnya seperti singa<br />Kupingnya semerah kepiting rebus<br /><br /><br />Ketika ada siswa yang menulis puisi seperti itu, kira-kira apa reaksi Anda sebagai guru?Apakah Anda akan menyalahkan dan memasukkannya ke ruang BP lalu menasihatinya agar tidak mengulanginya? Hendaknya guru tidak emosional dalam menghadapi siswa semacam ini dan justru mengoreksi diri sendiri terhadap metode pengajarannya selama ini. Namun semoga tulisan ini tidak menghakimi guru atau siswa,melainkan sebagai renungan kita bersama.<br />Kalau saya berada di posisi seperti tadi, saya akan mencairkan suasana hati saya dengan mengaitkannya dengan mata pelajaran yang saya ajarkan, yaitu bahasa Indonesia , terutama pada pelajaran puisi. Puisi tersebut mengandung majas perumpamaan yang menggunakan kata seperti dan semerah.<br />Ha-ha! Anak-anak pasti terheran-heran mengapa saya tidak marah. Mengajarkan puisi tidaklah sulit, tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut saya, guru Bahasa Indonesia yang baik tidak harus yang pandai berpuisi, karena guru bukan penyair. Selain itu, tidak semua guru memiliki bakat dan keterampilan membaca puisi dengan intonasi, tempo, penghayatan, jeda dan volume suara yang tepat. Maaf, ada juga guru yang tidak suka berekspesi, terutama yang berkepribadian introvert atau pendiam.<br />Ada orang yang lebih bebas mengekspresikan isi hatinya lewat tulisan tapi malu luar biasa kalau disuruh membaca puisi. Ada orang yang bisa membaca puisi tapi tidak pandai menyusun kata-kata (seperti saya) dan ada pula orang yang hanya senang mengoleksi puisi-puisi cinta.<br />Sebenarnya, orang yang tadianya tidak suka sama sekali menulis puisi ternyata setelah diberi kesempatan menulis, bisa juga walau puisinya sangat sederhana. Pernahkan Anda mencobakannya kepada peserta didik Anda, menyuruhnya menulis apa saja, misalnya benda-benda yang ada di sekitarnya atau yang sempat terekam di kepalanya, lalu merangkainya menjadi kalimat-kalimat pendek ?<br />Kalimat-kalimat pendek yang saling bertalian makna itu disusun menjadi bait-bait puisi sederhana, walaupun menurut Anda puisinya tidak indah sama sekali. Nah, di sini peran guru dibutuhkan. Guru membimbing dalam hal memilih kata-kata yang tepat dengan menuliskan kata-kata semakna lebih dari dua kata, lalu siswa memilih kata mana yang menurutnya lebih mewakili perasaannya. Marilah kita gunakan kecerdasan yang mereka miliki untuk mengajarkan puisi!<br /><br />1. Kecerdasan Angka<br /><br />Jika siswa lebih tertarik pada angka, maka siswa dapat menuliskan tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya, lalu dibuat puisi pendek tentang apa saja yang menarik hatinya. Hal ini bisa dimulai dengan menyebutkan angka-angka dengan intonasi dan suara yang naik-turun. Pertama-tama siswa akan tertawa dan merasa aneh, lalu dibimbing mengubahnya menjadi puisi. Misalnya,<br /><br />1 diucapkan dengan nada tinggi, tempo lambat<br />2,3,4 diucapkan dengan nada rendah tempo cepat<br />5,6 diucapkan dengan nada tinggi tempo cepat pula<br />7,8 diucapkan dengan nada rendah tempo lambat<br />9dan10 diucapkan terputus-putus<br /> Sem-bi-lan dan se-pu-luh<br /><br />Lalu siswa menulis puisi dengan menggunakan tanggal lahirnya. Misalnya anak yang lahir pada tanggal 3 Februari 1985.<br /><br />Tiga burung merpati merunduk sedih<br />Dua sayapnya digunting anak lelaki<br />Delapan tahun usia anak itu<br />Lima jam menderita kesakitan<br /><br /><br /><br />2. Kecerdasan Huruf<br /><br />Hal yang menakjubkan pernah terjadi pada saat saya mengajar. Seorang siswi bernama Nur Afifah memiliki daftar kata yang sulit, bahkan ia sendiri tidak paham maknanya. Kosa katanya beragam, indah, tidak lazim tetapi mengandung nilai seni karena diperolehnya dari setiap puisi yang pernah dibacanya, baik di buku maupun di internet. Sekitar empat buku tulisnya penuh dengan puisi karyanya sendiri. Guru seharusnya merespon siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa ini dengan mendorongnya untuk mengirimkan karya-karyanya ke penerbit buku.<br />Menurut saya, membuat daftar kata atau kamus kata sangat membantu dalam pengajaran puisi. Tentu sebelumnya siswa harus membaca antologi puisi terlebih dahulu, lalu menyusun daftar kata yang menarik, indah, dan mengandung makna yang dapat menyentuh perasaan.<br />Cara lain untuk mengajarkan puisi adalah kita dapat mengajarkan puisi akrostik yang menggunakan huruf-huruf nama siswa. Berikut kutipan puisi yang ditulis oleh seorang siswa kelas VIII SMP bernama Yusuf Zaim.<br /><br />Yang Maha Esa menciptakannya dalam kesunyian<br />Umpama butir mutiara putih mengkilau<br />Serangkai katanya ‘ kan singkap kabut kegelapan<br />Untuk mencerahkan dunia dengan sinar-Nya<br />Fajar pagi seakan menyambut kehadirannya<br /><br />Kutipan puisi akrostik yang menggunakan namanya sendiri itu mengajak kita untuk memaknai hidup, bahwa kita terlahir fitri, suci, yang sayang jika harus terkotori oleh kabut kegelapan nafsu dan angkara murka. Tidak hanya sampai di situ, ia pun menulis dalam catatan kaki di bawah puisinya;<br /><br />Puisi ini kupersembahkan pada mereka<br />yang sulit memaknai sebuah nama<br />yang sukar tuk memahami harapan seorang Ayahhanda<br />yang bingung menapaki hidup<br />yang jauh dari belaian kasih tangan-Nya<br /><br />Subhanallah, seorang siswa kelas VIII SMP telah dapat memaknai namanya sendiri karena sadar bahwa nama adalah doa sang ayah dan kini ia tengah menapaki jalan hidupnya. Saya pikir, tidak akan menurunkan derajat seorang guru jika harus belajar dari siswanya. Belajar tentang kearifan dalam menjalani hidup ini, selain belajar tentang kesabaran dalam menghadapi kenakalan-kenakalan mereka. Dari mereka pulalah kita dapat belajar tentang metode pengajaran puisi yang bermakna.<br /><br /><br /><br />3. Kecerdasan Gambar<br /><br />Jika siswa menyukai bidang seni lukis, siswa dapat disajikan sebuah lukisan atau foto pemandangan lalu disuruh mendeskripsikannya dengan menyebutkan benda-benda yang terlihat secara rinci berdasarkan bentuk, warna, dan suasana atau kesan yang ditimbulkannya. Setelah itu siswa pun menuliskannya dalam puisi. Misalnya puisi yang ditulis oleh Fathuddin Yazid, siswa kelas VIII SMP.<br />Fajar yang muncul pada siang hari<br />Awan yang dating dari balik gunung<br />Terbit matahari dari arah timur<br />Hari ini adalah hari yang cerah<br />Untuk itulah burung bernyanyi<br />Dan terbang ke sana ke mari<br />Di atas langit yang sangat tinggi<br />Iri hati melihatnya bebas di alam luas<br />Namun semua itu kulewati<br /><br />Jangan pula kita menyalahkan siswa jika ia menulis langit itu merah, ada lembayung di kalbunya, batu itu kotak, laut itu kuning, coklat rasa getir, dan layang-layang tidaklah trapesium. Mungkin itulah yang hendak disampaikannya, bahwa apa yang ia bayangkan atau ia harapkan tidak sama dengan kenyataan hidup yang dihadapinya.<br /><br /><br /><br />4. Kecerdasan Gerak<br /><br />Jika siswa menggilai bola, gunakan bola sebagai media. Tiap siswa diberikan potongan-potongan puisi. Siswa dibawa ke tengah lapangan lalu berbaris. Setiap siswa yang selesai membaca potongan puisi harus menendang bola atau memasukkan bola ke ring basket. Lalu ia harus berlari ke belakang barisan. Hal ini terus dilakukan secara bergantian dengan siswa yang berbaris di belakang siswa tadi.<br /><br /><br />5. Kecerdasan Spasial atau Ruang<br /><br />Jika siswa lebih tertarik pada ruang dan bosan pada puding (puisi dinding), gunakan tali yang tidak hanya dipasang di dinding tapi juga dipasang melintang di langit-langit seperti memasang bendera kalau agustusan. Lalu siswa diperbolehkan menggantungkan atau mengelem bagian atas potongan-potongan puisi karyanya sendiri di tali tersebut. Serahkan urusan menghias kelas dengan beragam media kepada mereka untuk meletakkan puisi-puisi. Yang jelas mereka sangat handal dalam kreasi. Guru tinggal memantaunya saja.<br /><br />6. Kecerdasan Musik<br /><br />Mengajarkan puisi bisa dengan mendengarkan kaset lagu-lagu yang memiliki bunyi akhir (rima). Lalu siswa menulis dan membacakannya sebagai puisi. Hal ini bisa dimulai dengan lagu-lagu yang sedang digemari siswa. Setelah itu siswa diajak menemukan majas-majas, misalnya<br /><br />Bagaikan langit di sore hari (majas perumpamaan)<br />Kau seperti nyanyian dalam hatiku (majas perumpamaan)<br />Jam dinding pun tertawa, karna kuhanya diam (majas personifikasi)<br /><br />Untuk sekolah berbasis agama bisa memperdengarkan kaset atau VCD kasidah, nasyid, kaset Ebiet G.Ade, kaset Opick, atau lagu-lagu rohani lainnya.<br />Mengajarkan puisi tidak luput dari mengajarkan latihan mengatur pernafasan dan artikulasi yang diucapkan dengan jelas dan lantang. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak siswa ke lapangan yang luas, ke kebun, ke sawah, ke sungai atau ke pantai untuk belajar artikulasi, mengucapkan a-i-u-e-o dengan lantang. Lalu siswa mengekspresikan puisinya di sana sambil belajar memahami maknanya.<br />Kemudian siswa dapat diajarkan musikalisasi puisi, puisi yang dinyanyikan dengan iringan insrumen musik, baik yang tradisional maupun yang modern. Cara lainnya adalah menciptakan irama sendiri dari galon bekas yang dipukul, kacang hijau yang dikocok-kocok, atau gelas yang dipukul dengan sendok.<br />7. Kecerdasan Interpersonal<br /><br />Siswa dapat diajak untuk mengenang peristiwa yang membuatnya dekat dengan seorang sahabat, sejak mengenal, bergaul, bertengkar, berpisah, saling memaafkan, saling berbagi, dan cara mereka melepaskan ego masing-masing serta cara mempertahankan persahabatan mereka. Bisa dengan bercerita lewat lisan atau siswa langsung menuliskannya dalam bentuk puisi.<br />Cara lainnya adalah membuat puisi berantai yang dibuat secara kolektif dan dihias dengan media apa saja, lalu dibacakan secara bergantian. Ada larik yang dibacakan sendiri-sendiri, ada larik yang dibaca koor (bersama-sama).<br /><br /><br /><br />8. Kecerdasan Intrapersonal<br /><br />Siswa diperdengarkan musik lalu diajak mengenang peristiwa yang paling berkesan menyangkut dirinya. Kemudian ia menuliskan pokok-pokok peristiwa dalam beberapa kata. Setelah itu barulah siswa merangkainya menjadi sebuah puisi. Siswa membaca dalam hati lalu menyuntingnya, kemudian memperbaikinya dengan memilih kata-kata yang tepat untuk mewakili perasaannya.<br />Cara lainnya, siswa disuruh membawa album foto masa kecilnya.Lalu siswa menceritakan kenangannya yang terekam dalam foto itu. Kemudian siswa menuliskannya dalam bentuk puisi.<br /><br /><br /><br />9. Kecerdasan Alam<br /><br />Guru menyajikan isu global warming sebagai pengantarnya. Siswa diajak mengenali alam sekitarnya, misalnya ke halaman, ke lapangan bola, ke sawah, ke gunung, ke sungai atau ke pantai dan merekamnya dalam puisi mereka. Bahkan jika di hadapan mereka adalah gundukan sampah, penghuni kolong tol, kendaraan yang berasap penuh timbal, dan kuburan di samping sekolah, mereka harus menuangkan perasaannya dalam bentuk puisi dambil merenungi langkah apa yang harus mereka perbuat untuk melestarikan alam. Kegiatan ini bisa berintegrasi dengan pelajaran IPA/SAINS atau ekstrakurikuler yang mendukung tema alam.<br />Puisi itu ditulis dalam beragan media yang memanfaatkan benda-benda yang ada di alam. Misalnya ditulis di atas kertas daur ulang yang dapat dibuat sendiri oleh siswa, kardus bekas, stereofoam bekas box makanan, kulit kayu yang sudah mati, piring dari batok kelapa, piring melamin, atau sachet-sachet yang dijahit lalu ditulisi puisi dan dihias. Puisi yang sudah ditulis di kertas daur ulang dapat pula digulung lalu dimasukkan ke dalam botol minuman kemasan bekas yang sudah dihias. Dengan demikian, kemampuan berpuisi mereka bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dalam mengatasi sampah yang mengotori alam kita.<br /><br />10. Kemampuan Spiritual<br /><br />Siswa diperdengarkan kaset, VCD, DVD yang berisi kasidah, nasyid, kisah nabi, sahabat nabi, atau tokoh-tokoh Islam yang sekiranya dapat mengilhami mereka untuk menulis puisi religius. Selain itu, siswa dapat diajarkan puitisasi Al Quran, membaca terjemahan dengan irama dan intonasi yang tepat. Dengan demikian akan menggairahkan siswa untuk belajar makna AlQuran yang dibacakan seperti puisi.<br /><br /><br />Jika kita belum bisa menjadi model pembaca yang baik, kita bisa putarkan kaset atau CD yang berisi pembacaan puisi. Jika sekolah sanggup, undang penyair atau ajaklah para siswa ke TIM (Taman Ismail Marzuki). Undanglah rekan guru atau siswa yang berbakat untuk membaca puisi di kelas.<br />Namun, yang terpenting dalam pengjaran puisi adalah kemauan. Jika Anda mau sedikit meluangkan waktu, tenaga dan melapangkan dada dalam menghadapi “ulah” siswa, maka kelak Anda tidak perlu lagi kesal terhadap siswa yang tidak mau ke depan kelas untuk membaca puisi.<br /><br /> Ajarkan siswa menulis kebenaran dengan pena kejujuran<br /> dan menyampaikannya dengan cara yang benar<br /> sehingga ia dapat menemukan arah menuju kebenaran hakiki.<br /><br /> Puisi lahir dari hati,<br /> ia bicara dengan bahasa hati,<br /> ia pun hadir mengisi hati,<br /> menyirami kuntum-kuntum hati yang hampir mati<br /> karena hidup tiada abadi<br /><br /><br />Ditulis oleh Rosiana Febriyanti, S.Pd.Bunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-40508901518394998772009-02-03T16:59:00.000-08:002009-02-03T17:01:45.632-08:00Naskah DramaDrama “Pergulatan“<br />Karya : Rosiana Febriyanti<br /><br /><br />Konsep Latar : Di sini (pikiran manusia), tempat yang siapa saja bebas meluangkan waktunya.<br />Konsep properti : gulungan kain hitam, kaset degung, tape, gendang atau orgen<br />Konsep Musik : suara degung kecapi sunda, suara musik mengagetkan<br />Watak Pelaku : 4 orang <br />Jika, wataknya bijaksana<br />Asa, wataknya egois, ingin menang sendiri, merasa paling hebat<br />Sunyi, wataknya suka bersantai, tenang<br />Marah, wataknya tidak mau mengalah, suka ngambek<br />Konsep Kostum : *Jika para pelaku pria<br />Jika : berkaus hijau dan celana hitam<br />Marah : berkaus merah dan celana hitam<br />Asa : berkaus biru dan celana hitam<br />Sunyi : berkaus kuning dan celana hitam<br /> *Jika para pelaku wanita<br />Jika : berkerudung dan bergamis hijau<br />Marah : berkerudung dan bergamis merah<br />Asa : berkerudung dan bergamis biru<br />Sunyi : berkerudung dan bergamis kuning<br /><br />Keterangan Panggung : <br />Degung sayup-sayup terdengar. Sunyi sedang duduk membaca koran. Asa masuk dan tampak tidak senang terhadap keberadaan Sunyi di sini.<br /><br />Prolog<br />Narator : Di sini, di benak manusia, tempat yang siapa saja dapat bebas meluangkan waktunya.<br />Asa : Mau apa kau di sini?<br />Sunyi : Bukan urusanmu?<br />Asa : Akan jadi urusanku jika kau terus di sini?<br />Sunyi : Memangnya kenapa?<br />Asa : Karena kau mengusik kemerdekaanku. Kau harus pergi dari sini sebelum meracuni pikiran orang-orang.<br />Sunyi : Lho, aku tidak berbuat apa-apa. Justru kehadiranku sangat bermanfaat bagi orang-orang yang sedang butuh refreshing, berimajinasi mencipta karya, dan ...merenung.<br />Asa : Kehadiranmu di sini justru mengurungku untuk bertindak, mengerangkeng kebebasanku dalam memberi pencerahan bagi jiwa-jiwa yang kerontang.<br />Sunyi : Apa tidak salah ucapanmu? Justru melalui dirikulah seseorang bisa mendengarkan bisikan-bisikanmu, menggambarkan ucapan-ucapanmu di dalam benak mereka, serta mendapatkan ide-ide gemilang untuk mencapai impian mereka.<br />Asa : Cukup! Pergilah dari hadapanku!<br />Jika : Hey, ada apa ini? Mengapa kalian ini, bukankah kalian seharusnya berteman?<br />Asa dan Sunyi : Diam! (saling membelakangi)<br />Jika : Sunyi, kau biasanya selalu mengalah, karena bagimu mengalah bukanlah suatu yang pantang dilakukan bagi ksatria sepertimu. Asa, kau biasanya selalu ceria dan mau berteman dengan siapa saja. Kalian sudah tak saling menyayangi?<br />Sunyi : (Pause) Demi Tuhan, aku tak bermaksud mengganggu kesenangan orang. Apalagi Asa, sahabatku itu. Aku tak mengerti, mengapa ia justru tidak menyukai kehadiranku di sini.<br />Jika : Di sini adalah tempat umum, siapa saja bebas masuk, tak terkecuali aku dan kalian.<br />Asa : Jika, kehadiranmu malah membuatku kesal, karena kau sok jadi pahlawan. Apa keuntungan yang kau dapat setelah membela Sunyi? Sunyi itu sok sastra, sok berseni, sok puitis, dan mampu melepaskan kesusahan orang lain. Padahal ia sendiri egois, tak memberiku banyak kesempatan untuk berkarya, mengurungku dalam sel pengap di benak manusia.<br />Sunyi : Tidak benar ! Aku justru membebaskan siapa saja untuk memecahkan dinding-dinding yang kumiliki sehingga tak ada sel-sel atau sekat-sekat yang membatasi ruang berpikir manusia. Jadi jangan marah apabila aku membolehkan kau, Jika, Marah, dan lain-lain ikut bermain di dalamnya.<br />Marah memasuki panggung.<br />Marah : Eh-eh, mengapa namaku dibawa-bawa. Aku tidak tahu apa-apa dalam masalah kalian. Mengapa aku dilibatkan? Apa salahku?<br />Sunyi : Ini, Asa, sahabat kita, merasa keberatan dengan keberadaanku di sini. Padahal, di sini siapa saja boleh datang, termasuk aku, Asa, Jika, Marah, dan lain-lain.<br />Marah : Sebetulnya aku pun paling tidak senang kalau mereka bertengkar! Kalau mereka bertengkar, itu berarti telah merebut kavlingku. Selama ini kan aku selalu dikekang agar tidak muncul ke permukaan. Aku juga ingin diakui!<br />Jika : Cukup, Marah!<br />Marah : Uh, lagi-lagi aku disuruh bungkam! (merajuk)<br />Jika : Ssst!<br />Marah : Hei Asa, begitu egois kau rupanya, sampai-sampai kau mau mengusir kami. Betul-betul serakah!<br />Asa : Boleh aku membela diri? Sunyi itu kelihatannya saja yang alim, pendiam, penyayang dan rendah hati Padahal kita selama ini dikerangkengnya dalam sekat-sekat sempit di sini.<br />Jika : Sekat-sekat apa? Kau dari tadi bicara tentang sekat, sel sempit yang membatasi ruang gerak kita semua. Atas nama kita? Kammu kalleee!(mengejek)<br />Marah : Tidak ada yang membatasi kita! Eh, Asa! Jadi orang jangan suka iri! Jangan-jangan … kau ini frustrasi ya, karena aku berhasil membuat orang-orang percaya pada ucapanku? Mereka mudah terbakar karena provokasi-provokasi yang aku lancarkan setiap hari? Sorry ya…it’s my job, bukan?<br />Asa : Aku iri pada kalian? Sory ya…ngga level!<br />Sunyi : Lantas, apa yang mesti aku lakukan agar kau puas, Asa?<br />Asa : Kau harus membuka tiga kavling lagi untukku. Satu kavling untuk Optimis, satu kavling untuk Kreatif, dan satunya lagi untuk diriku sendiri tentunya.<br />Sunyi : Bukankah… Optimis dan Kreatif tidak butuh kavling? Mereka sudah terbiasa tinggal di mana saja, bahkan di emperan benak manusia.<br />Marah : Enak saja kau bicara! Seharusnya kaulah yang tinggal di emperan benak manusia. Kau membuat orang jadi gila, kesurupan, patah hati bertambah parah, mendorong orang untuk mencuri, berzina, dan membunuh!<br />Jika : Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah (berteriak)<br />Jika, Marah, Sunyi, dan Asa berlarian tak tentu arah sambil berteriak-teriak.<br />Jika : Aku mau kedamaian!<br />Sunyi : Aku mau keadilan!<br />Asa : Aku mau kemerdekaan!<br />Marah : Aku mau ruang!<br />Mereka mengambil gulungan kain hitam yang sudah tergelar sejak tadi di atas panggung<br />lalu membukanya. Mereka berlari menempati sudut-sudut panggung sambil memegangi ujung-ujung kain. Kemudian kain itu diposisikan berdiri menghadap penonton dan digetar-getarkan sambil diiringi musik yang bergemuruh dan lampu berwarna-warni menyala bergantian. Tak lama kemudian kain dipilin seperti gerakan memeras sprai, lalu di buka kembali dan para pelaku menempati sudut-sudut panggung sambil masih memegangi kain dan tertunduk beku.<br /><br />Epilog<br />Narator : Masing-masing bagian dari drama ini adalah symbol.<br />Di benak manusia mewakili Indonesia yang merdeka<br />Jika mewakili guru bangsa yang arif bijaksana<br />Asa mewakili kaum muda yang dinamis<br />Marah mewakili rakyat kecil<br />Sunyi mewakili para penguasa<br />Dan kain hitam mewakili Indonesia saat ini yang sedang carut marut<br />Akankah keadaan ini kita biarkan seperti ini?<br />Layar tertutup mengakhiri permainan drama.Bunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-60279697786454544822008-11-07T17:12:00.000-08:002008-11-07T17:18:03.237-08:00Puisi<br /><br />Mylove<br /><br />Mutiara air mata menggelinding<br />dari ceruk danau kilau permata jiwa<br />seuntai doa mengharap<br />agar kata tak kehilangan makna<br />selaksa cerita bersama hangat rangkulmu<br />Merpatipun tak hilang arah<br />setelah asa tergantung di bahumuBunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4307490585502042109.post-3631161720227243862008-11-07T16:36:00.000-08:002008-11-07T16:39:51.905-08:00<span style="font-family:times new roman;font-size:130%;color:#993399;">Bundaarik</span>Bunda Arikhttp://www.blogger.com/profile/00351632523501848529noreply@blogger.com0